Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah Bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih
kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang
kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.
Tukang kayu mengangguk menyetujui
permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa
terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya
dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma
menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang
diminta.
Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus
mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia
menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. “Ini adalah
rumahmu, ” katanya, “hadiah dari kami.”
Betapa terkejutnya si tukang kayu.
Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia
sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan
mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal
di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Itulah yang terjadi pada kehidupan kita.
Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang
membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang
mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam
hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita
terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri
kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri.
Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.
Renungkan bahwa kita adalah si tukang
kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul
paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita
selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya
mengerjakannya sekali saja dalam Seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup
satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh
keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi.
Hidup kita esok adalah akibat sikap dan
pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik
Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan
kemenangan.
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar